Tanpa sengaja tadi sore saya membuka weblog kawan lama yang dulu juga bekerja perusahaan ini. Kebetulan saat ini kawan saya ini sudah diterima bekerja di perusahaan telekomunikasi besar di Indonesia. Beberapa paragrap awal tulisannya membuat saya tercengang. Bagaimana tidak? Disitu kawan ini secara tersirat menuliskan kekecewaannya saat bergabung di perusahaan kami. Walaupun pada akhir tulisan tetap menuliskan bahwa dia senang sekali pernah bergabung hampir 2 tahun disini, namun jelas sekali aroma kekecewaan terhadap (salah satu manager?) manajemen disini. Itu yang bisa saya tangkap. Entahlah..
Terus terang, perasaan seperti itu juga mungkin nggak hanya kawan saya ini mengalaminya. Bahkan, mungkin banyak diantara karyawan yang saat ini masih setia bergabungpun mengalami hal tersebut, apalagi saya.
Saya telah bergabung hampir 10 tahun di perusahaan ini. Banyak kawan yang datang dan pergi silih berganti. Perubahan manajemen berulang kali. Perubahan kepemilikan perusahaan. Namun tidak serta merta mengangkat posisi saya ke jenjang promosi yang lebih tinggi. Tetep aja pada posisi sebagai staf biasa. Dan hal ini dialami hampir sebagian kawan-kawan yang masih setia di perusahaan ini. Bahkan pernah kejadian, untuk mendapatkan promosi yang telah bertahun-tahun seret dan tiada kunjung tiba, kami - kawan-kawan seperjuangan harus mati-matian meyakinkan manajemen bahwa memang kami layak diposisi tersebut. Apapun syaratnya. Anehnya, hal ini tidak berlaku untuk sebagian karyawan baru. Mereka bisa saja tiba-tiba berada pada posisi menengah bahkan level manajemen. Padahal yang berlaku untuk saya, agar diakui di level menengah butuh waktu hampir 10 tahun! Bagi yang nggak kuat, ya keluar.
Mungkin kesalahan ada pada saya dan bahkan pada kawan-kawan senasib. Kami salah memilih orientasi bekerja. Padahal sebelumnya kami sangat heroik bahkan sampai saat ini. Kami mau bekerja lembur tanpa dibayar perusahaan, bekerja dalam tekanan, bekerja dengan pola matriks yang nggak keruan hanya untuk menyukseskan suatu project strategis perusahaan, ditengah banyak pula kawan yang bertindak sebaliknya. Namun seperti biasa, setelah project berhasil, kami seakan dilupakan. Boro-boro mendapat bonus tambahan tengah semester (terakhir nggak ada peningkatan khan?), acungan jempolpun kadang terlewatkan. Padahal saya melihat ada sebagian orang yang ongkang kaki tak terlihat hasil kerjanya namun tetap dibayarkan gajinya oleh perusahaan. Hmmmm....
Akhirnya, sempet saya sakit hati sendiri. Lingkungan saya seakan ikut andil mendorong rasa kecewa saya ini. Bayangkan, kenaikan harga-harga kebutuhan hidup telah beberapa kali lipat, sedangkan gaji lama banget naiknya. Bahkan sempat tertunda. Walaupun akhirnya naik juga, tapi nggak bisa di padankan dengan standar gaji perusahaan lainnya untuk posisi saya sekarang. Kecewa, jengkel, berburuk sangka menghias hati ini. Mungkinkan manajemen perusahaan sudah nggak memperhatikan nasib karyawannya???
Tadi siang pula, di milis alumni sekolah menengah saya, salah seorang adik kelas saya dulu sudah mendapat promosi dan duduk sebagai manager di salah satu perusahaan telekomunikasi selular yang lain yang juga terbesar di Indonesia. Saya ucapkan selamat atas keberhasilannya, saya ikut bersyukur. Atau cerita adik ipar saya yang juga telah menjabat sebagai manager di perusahaan besar otomotif, ikut memberi andil memunculkan nilai -nilai negatif hati ini. Saya kembali melihat kedalam, apakah ada yang salah dengan diri saya?
Memang sempat beberapa kali saya "nyaris" meninggalkan perusahaan ini. Ada harapan baru di setiap upaya tersebut. Bahkan ada pihak yang terang-terangan mencoba membujuk saya untuk pindah kerja, mengajak training ke luar negeri asal mau bergabung ke perusahaannya. Namun, hampir setiap kali saya mencoba keluar dari perusahaan ini, suara hati saya mengajak untuk bertahan. Entah kenapa. Pasti Anda akan mengatakan saya orang yang naif, bodoh atau apalah. Padahal kalo mau dibanding-bandingkan, jelas perusahaan-perusahaan yang baru menawarkan hal-hal lebih yang jauh dari yang sudah didapatkan di perusahaan ini. Tapi mengapa suara hati itu mengajak saya bertahan??
Malam ini tanpa sengaja saya membaca buku ESQ-nya Pak Arry Ginanjar, dimana istri saya dulu sempat ikut training tersebut. Hati ini tersentak. Kembali teringat dengan semua perjalanan hidup ini. Disitu jelas dikatakan, bahwa semua jalan hidup manusia itu ditentukan oleh Allah. Dan segala sesuatu harus menggunakan kaidah-kaidah Tuhan. Semua hanyalah cobaan Allah. Kaya atau miskin hanya cobaan. Pesuruh atau bos itu juga hanya cobaan. Yang terpenting harus jujur pada diri sendiri. Jangan mengutamakan simbol atau status. Itu tidak jujur namanya. Sebab hanya demi sebuah simbol/status, smua harus ditutupi. Setiap manusia pasti mempunyai masalah, namun hanya manusia yang bijak yang bisa mengubah masalah menjadi sebuah peluang menuju kesuksesan.
Sang penyair terkenal Kahlil Gibran, pernah mengatakan, bahwa kerja adalah cinta, maka jika kita sudah tak sanggup bekerja dengan cinta, kita tak lebih hina dari pengemis yang meminta-minta sedekah dari pekerja yang bekerja dengan penuh cinta.
Semoga kerja saya selama ini, kesabaran saya untuk bertahan bisa membuahkan pahala dan dicatat sebagai amal ibadah oleh Allah. Untuk manajemen perusahaan ini, semoga lebih dibukakan hatinya oleh Allah, untuk bisa berpikir dan bertindak bijaksana demi mengayomi dan memberikan yang terbaik kepada seluruh stake holder, terlebih karyawannya. Untuk kawan saya, semoga selalu mendapat pencerahan Allah, bahwa bekerja haruslah dilandasi cinta dan ibadah. Amien. Selamat berkarya di tempat baru!
Semoga masih banyak pekerja2 yang bekerja dengan cinta di perusahaan ini.
** untuk anak dan istriku yang sedang tertidur lelap, terimakasih atas kesabaran dan penerimaan yang apa adanya selama ini. Kalian adalah semangat bagiku. Terima kasih.
Selasa, Agustus 29, 2006
Kerja adalah cinta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar. Sampeyan sudah?:
Posting Komentar